Minggu, 11 Desember 2016

PERKEMBANGAN KESENIAN REOG PONOROGO

KESENIAN REOG PONOROGO

1.1 Kesenian Reog Ponorogo

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) Kesenian yang memiliki kata dasar “seni” dan memiliki arti “kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa)”. Sedangkan Reog adalah sebuah kesenian tradisional yang merupakan perpaduan antara tari-tarian dan gerakan akrobatik yang diiringi dengan gamelan sebagai pengatur irama dalam pertunjukan tiap pementasannya. Kesenian Reog berasal dari propinsi Jawa Timur tepatnya kabupaten Ponorogo.

1.1.1 Geografis

Kata Ponorogo berasal dari kata “pana” (mengerti) dan “raga” (badan), yang bermakna orang yang dapat menempatkan dirinya di hadapan orang lain. Nama Ponorogo mulai digunakan sekitar tahun 1490-an ketika Raden Batoro Katong mengalahkan Ki Ageng Kutu Suryangalam yang merupakan seorang petinggi dari kerajaan Wengker dan mendapat perintah dari Raden Patah raja demak untuk mendirikan sebuah kadipaten. Kabupaten Ponorogo memiliki luas wilayah 1.371,78 km2 dengan batas wilayah sebelah utara Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ngajuk dan Kabupaten Trenggalek, selatan dibatasi dengan Kabupaten Pacitan serta bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri dan Pacitan.

1.1.2. Legenda dan Sejarah Reog Ponorogo

Reog merupakan salah satu kesenian tradisional dari sekian banyak kesenian tradisional yang dimiliki oleh Indonesia. Dalam buku milik Dinas Pendidikan Ponorogo berjudul mengenal Reog Ponorogo, kesenian ini lahir dan besar di kota yang sekarang dikenal dengan nama Ponorogo. Dalam proses terciptanya kesenian Reog ini terdapat dua sudut pandang yaitu menurut legenda dan menurut sejarah. Kata Reog diambil dari bebunyian atau suara yang dikeluarkan oleh gamelan pengiring ketika tarian ini dipentaskan, pencetus nama Reog adalah Ki Ageng Surya Alam (kumpulan kliping tari-tarian daerah) ada pula sumber yang mengatakan kata “Reog” atau “reyog” memiliki arti cukup ilmu, berwibawa serta luhur budinya.

Menurut legenda masyarakat Ponorogo kesenian Reog ini menceritakan tentang perjuangan seorang raja yang akan melamar seorang permaisuri namun pada akhirnya sang raja gagal untuk meminang sang putri dan terciptalah pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009) legenda adalah sebuah cerita rakyat pada zaman dahulu yang berhubungan dengan peristiwa sejarah.

Sedangkan, menurut sejarahnya awal terciptanya kesenian ini sekitar tahun 1200 masehi oleh seorang patih Bantarangin bernama Raden Klana Wijaya atau biasa disebut Pujonggo Anom adalah sebuah pertunjukan satir yang mana di tujukan untuk seorang raja bernama Raden Klono Sewandono yang terlalu tunduk kepada permaisurinya yang mengakibatkan sang Raja lalai dalam memimpin negerinya.

Ada pula sumber lain yang diperoleh dari buku mengenal Reog Ponorogo (Dinas Pariwisata Ponorogo) menceritakan hal yang mendasari terciptanya kesenian Reog ini adalah inisiatif dari sang patih kerajaan Bantarangin yaitu patih Pujangga Anom dalam menghibur Rajanya yaitu Raja Kelono Sewandono yang ditinggal pergi oleh istrinya yaitu Putri Dwi Songgo Langit ketika diketahui sang istrinya tidak dapat memiliki anak. Sesungguhnya sang raja berkali-kali mencoba menahan kepergian sang permaisuri yang berkeinginan kembali kenegerinya yaitu Kediri untuk menjadi seorang petapa. Akan tetapi keingin sang permaisuri sudah bulat dan Raja pun melepas kepergian sang permasurinya dengan kesedihan. Karena itulah sang patih mementaskan sebuah pertunjukan tari-tarian yang menggunakan kepala harimau dan seekor merak yang hinggap diatasnya, hal ini dimaksudkan untuk mengenang kembali masa-masa perjuangan sang raja dalam mempersunting Putri Dwi Songgo Langit.

Akan tetapi dari setiap pementasan maupun pagelaran yang disajikan oleh para seniman Reog saat ini menggunakan versi dari R. Klana Wijaya atau biasa disebut dengan Pujangga Anom. Yang berceritakan tentang perjuangan raja Bantarangin Klono Sewandono dalam mempersunting putri dari kerajaan Kediri Putri Dwi Songgo Langit.

1.1.3. Makna dari Cerita yang dipentaskan

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya cerita yang digunakan saat pementasan berlangsung menggunakan cerita yang berasal dari Raden Klana Wijaya. Menceritakan perjuangan seorang raja bernama Kelono Sewandono yang hendak mempersunting putri Kediri yang bernama Dwi Songgo Langit akan tetapi sang putri mengajukan sebuah permintaan yaitu sang raja harus membuat sebuah pertunjukan yang belum pernah ada didunia ini, pertunjukan itu harus diiringi dengan 144 kuda yang diiringi dengan gamelan. Dan dalam perjalanan iring-iringan tersebut harus melewati jalan bawah tanah dari gerbang kerajaan bantar angin sampai gerbang kerajaan Kediri. Namun sang raja tdak dapat mengabulkan permintaan yang terakhir yang man airing-iringan harus melewati bawah tanah, atas nasehat dari patih Pujangga Anom pernikahan harus dibatalkan karena mereka tidak memiliki kuasa untuk melakukan permintaan terakhir dari sang putri. Maka tari-tarian Reog pada akhirnya hanya dipentaskan di kerajaan Bantarangin saja dan dinikmati oleh rakyatnya.

Makna yang terkandung dalam cerita Reog lebih mengajarkan cara berperilaku yang baik dalam kehidupan. seperti yang ditulis oleh Moelyadi dalam buku Reyog Ponorogo yaitu:

• Pembentukan sikap dan watak yang terpuji
• Jujur dalam sikap dan tingkah laku
• Menumbuhkan sikap pantang menyerah

1.1.4. Pemain

Dalam buku Reog Ponorogo oleh Moelyadi, pementasan Reog tardapat tiga kelompok penari yang masing-masing memiliki peranya sendiri-sendiri antara lain:
• Penari kuda kepang (jathilan) dalam pementasan biasanya dilakukan oleh dua orang atau lebih.
• Penari barongan (topeng singa dengan dadak merak) dapat dipentaskan oleh satu orang atau lebih.
• Penari topeng (Bujang Anom dan Klono Sewandono) dapat dipentaskan oleh satu orang atau lebih.

        Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak pergeseran dan perubahan yang dilakukan dalam pementasan tarian tersebut antara lain:
• Penari kuda kepang, dimana pada awalnya penari kuda kepang diperankan oleh anak lelaki namun seiring dengan perkembangan zaman peran ini digantikan dan dimainkan oleh anak perempuan.
• Penari topeng, seiring dengan digunakanya cerita dari Pujangga Anom tentang perjuangan raja Kelono Sewandono maka dalam kelompok ini ditambah dengan pemeran topeng dari raja Kelono Sewandono.
• Warok, penari yang menggunakan pakaian Ponorogoan lengkap gerak tarinya kaku dikarenakan peranya sebagai prajurit-prajurit sakti mandraguna, dalam pementasanya biasanya terdapat dua Warok yaitu Warok tua dan Warok muda. Warok tua diprlihatkan sedang mengawasi para Warok muda yang sedang berlatih ilmu kanuragan di padepokan yang nantinya para Warok tersebut akan digunakan oleh raja Kelono Sewandono dalam berperang melawan pasukan dari Singabarong.

1.1.5. Karakter dalam Pementasan Reog Ponorogo

Dalam pementasan Reog Ponorogo para penari melakukan gerakan tari-tarian yang di sesuai dengan peran atau karakter yang dimainkannya. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang penokohan. Urutan penampilan, dan gerakan dari tiap penari Reog Ponorogo:

A.       Warok Tua

Dalam tiap pementasan Reog Ponorogo Warok tua berperan sebagai seorang guru yang bijak dan sakti mandara guna yang sedang melatih para Warok muda di padepokan. Yang nantinya akan digunakan oleh raja Kelono Sewandono dalam perang melawan Singobarong. Gerakan yang dilakukan oleh para Warok tua sebenarnya bukan sebuah tarian karena Warok tua hanya mengelilingi dan mengawasi para Warok muda yang sedang berlatih. Dan biasanya Warok tua adalah pembuka dari setiap pementasan Reog Ponorogo, namun tidak setiap group Reog menggunakan Warok tua sebagai pembuka pertunjukan. Pemeran Warok tua dapat ditampilkan oleh satu atau dua orang.
                  


B.        Warok Muda

Dalam pementasan penari Warok Muda diperagakan sedang berlatih beradu ilmu kanuragan dengan Warok muda lainnya di padepokan. Sedangkan gerak tari para Warok Muda terkesan berat dan kaku. Dalam pementasan Reog Ponorogo para penari Warok Muda masuk ke dalam panggung bersamaan dengan Warok Tua yang akan mengawasi para Warok Muda dalam latihan. Para penari Warok Muda ditampilkan minimal oleh empat orang atau lebih dan biasanya berpasangan karena karena tarian mereka lebih condong kearah duel.


C.       Jathilan

Jathilan atau biasa disebut penari kuda kepang biasanya mereka masuk kedalam panggung setelah penampilan dari para Warok Muda yang telah berlatih dan diawasi oleh Warok Tua. Gerak tari Jathilan terkesan lembut dan kompak yang mengikuti irama dari gamelan.


D.       Pujangga Anom

Pujangga Anom atau biasa disebut Bujang Ganong merupakan Patih dari kerajaan Bantarangin tampil masuk kedalam panggung beberapa saat setelah para penari Jathilan memasuki panggung dan menari. Sikap gerak tari yang ditampilkan oleh penari Pujangga Anom lebih kearah gerak akrobatik namun masih mengikuti irama dari gamelan yang sedang dimainkan.

Penari Pujangga Anom sendiri lebih dominan dalam setiap pementasan dikarenakan gerak tari akrobatik mereka dianggap menghibur para penonton. Penari Pujangga Anom dapat dimainkan minimal oleh satu 14 orang, namun beberapa group Reog dapat menampilkan penari Pujangga Anom dua hingga empat orang.


E.        Klono Sewandono

Klono Sewandono merupakan seorang raja disebuah kerajaan bernama Bantarangin yang hendak meminang putri Kediri yang bernama Dwi Songgo Langit. Gerak tari penari yang memerankan Klono Sewandono terkesan gagah dan berwibawa.

Penari Klono Sewandono memasuki panggung setelah penari Pujangga Anom selesai menari. Penari Kelono Sewandono Memasuki arena dengan wibawa namun terkesan bingung dan gusar karena selalu memikirkan bagaimana cara agar dapat meminang putri Kediri. Kemudian penari Pujangga Anom menghampiri sang raja yang bermaksud member saran kepada sang raja. Penari ini juga sebagai penutup ketika melakukan pertarungan dengan Singo Barong, menggunakan pusaka yang bernama Pecut Samandhiman.


F.        Singo Barong

Penari Singo Barong atau Barongan memasuki panggung diakhir cerita ketika mencoba menghalangi iring-iringan pasukan bantar angin yang hendak menuju kerajaan Kediri. Saat memasuki arena panggung penari Barongan melawan patih Pujangga Anom dan memenangkan pertarungan yang ditandai dengan larinya sang patih yang ternyata menghadap rajanya Kelono Sewandono.

Ketika pertarungan melawan sang raja Bantarangin tersebut Singo Barong dapat menandingi ilmu dari raja Bantar angin. Kemudian sang raja Kelono Sewandono kembali kerombongan untuk mengambil pusakanya yang bernama pecut Samandhiman yang diserahkan oleh patih Pujangga Anom. Pada akhirnya Singo Barong kalah dan tunduk karena kekuatan dari pusaka Kelono Sewandono dan juga menandai berakhirnya pertunjukan Reog Ponorogo. Penari Barongan yang mengenakan 16 topeng Singa (barong) lengkap dengan dadak merak yang beratnya kurang lebih 45 sampai 50 Kg, namun gerakanya tetap lincah. Penari Singo Barong dapat ditampilkan oleh satu hingga empat orang, disesuaikan dengan keadaan panggung atau arena dan acara tertentu.


1.1.6. Perlengkapan penari

Terdapat beberapa perlatan yang digunakan oleh para penari dalam pementasan Reog, antara lain:
a. Barongan dengan dadak merak, sebuah topeng kepala singa yang yang mahkotanya dihiasi oleh bulu-bulu dari burung merak.
b. Topeng dalam pementasan Reog saat ini menggunakan dua jenis topeng yaitu:
c. Topeng Bujang Anom, penari yang menggunakan jenis topeng ini memerankan seorang patih dari kerajaan bantarangin yaitu patih Bujang Anom. Gerak tari yang disajikan 17 oleh penari yang menggunakan topeng Bujang Anom ini biasanya terkesan lucu, lincah, dan akrobatik.
d. Topeng Kelono Sewandono, penari yang menggunakan topeng Kelono Sewandono memerankan seorang raja dari negeri Bantarangin. Gerak tari yang dipentaskan terkesan berwibawa dengan gerak tubuh yang kaku.
e. Kuda Kepang, pada masa-masa awal pementasan Reog penari kuda kepang menunggangi kuda yang kemudian dihias, namun seiring perkembangan zaman penggunaan kuda digantikan dengan kuda buatan yang terbuat dari bambu yang dianyam membentuk seekor kuda. Gerak tari yang dibawakan mengikuti ketukan dari para pemain gamelan khususnya kendhang.
f. Baju daerah, atau biasa yang disebut dengan pakaian Ponorogoan ini biasa digunakan oleh para pemain alat musik tradisional atau gamelan yang mengiringi tarian Reyog saat pementasan selain itu pakaian daerah Ponorogoan juga biasa dikenakan oleh penari Warok. dengan didominasi oleh warna hitam, pakain adat tersebut terdiri dari:
• Ikat kepala (udeng, iket, blangkon)
• Baju hitam potong gulon, (tak berkerah) berwarna hitam.tata cara pemakaiannya adalah dikenakan tanpa mengancingkan baju, dan hal ini memiliki filosofi tidak adanya sesuatu yang ditutup-tutupi atau keterbukaan.
• Celana panjang sampai tumit, berwarna hitam dengan potongan ukuran besar atau celana hitam dengan panjang hingga betis. Celana ini juga disebut dengan nama dingikan.
• Usus-usus (koloran), yaitu tali celana dipinggang yang berwarna putih dengan kedua ujungnya dipasang agak menjuntai kebawah. selain dikenakan oleh pemain gamelan pakaian ini juga digunakan oleh para penari Warok.

1.1.7. Alat musik

Alat-alat musik tradisional pengiring atau disebut juga dengan gamelan yang digunakan dalam pementasan reyog menimbulkan aura mistis namun dapat menyulut semangat tempur, hal ini dapat disimpulkan karena beberapa dari alat-alat musik tradisional tersebut biasa digunakan oleh para prajurit zaman dulu dalam medan perang, untuk pertanda bahwa dimulainya perang. Beberapa alat musik tradisional yang digunakan antara lain:
a. Gong alat ini biasa juga dibunyikan ketika seorang raja hendak mengelurakan titah maupun sabda, maupun digunakan oleh para prajurit menuju medan perang bahkan dapat juga digunakan pertanda menantang lawannya sehingga setiap lawan yang mendengar suara gong tersebut membalasnya dengan suara gong yang berarti menerima tantangan perang maupun duel. Dalam pementasan Reog.
b. Terompet dalam bidang militer maupun keprajuritan terompet merupakan sebuah perintah yang harus dipatuhi. Dan ketika terompet ini digunakan sebagai salah satu alat musik tradisional yang digunakan dalam pementasan Reyog menimbulkan bebunyian yang menimbulkan kesan mistis dan membakar semangat juang.
c. Kendhang dalam kesenian Reyog kendhang yang digunakan berukuran besar. Dengan panjang kurang lebih seratus sentimeter, dan garis tengah sekitar tiga puluh sentimeter. Peran kendhang dalam pementasan digunakan sebagai ketukan irama dengan para penari topeng Pujangga Anom maupun Kelono Sewandono.
d. Ketipung bentuk dari alat musik tradisional ini menyerupai bentuk dari kendhang tetapi dengan ukuran yang lebih kecil 19 dari kendhang dan memiliki peranan yang sama dengan kendhang.
e. Angklung alat musik ini tidak jauh berbeda dari angklung yang berasal dari tanah parahiangan. Hanya saja lebih dihias dengan warna-warna dominan Reog seperti Merah dan Kuning.

1.2. Reog Ponorogo dari Masa kemasa

Makna yang terkandung dalam Pentas seni Reog Ponorogo adalah sebuah pertunjukan satir yang ditujukan bagi seorang raja dimasa kejayaan Majapahit yang terlalu tunduk oleh Permaisurinya, yang diciptakan oleh seorang patihnya. Dengan mementaskan pertunjukan tersebut patih mencoba mengumpulkan masa dan bala tentara untuk menggulingkan pemerintahan yang hampir jatuh untuk kembali mendirikan kerajaan Majapahit yang sebenarnya. Perekrutan masyarakat saat itu untuk dijadikan bala tentara dan dilatih oleh sang patih yang kemudian menjadi seorang Warok.

Warok sendiri selain merupakan prajurit atau orang yang memiliki kekuatan kanuragan, biasanya dijadikan sebagai pemimpin suatu desa pada masa-masa penjajahan. Selain itu tradisi gemblak mulai dihilangkan oleh para Warok sekitar tahun 1980. Tradisi gemblak merupakan sebuah tradisi dimana para Warok menjaga ilmu kanuragannya dengan memelihara anak kecil yang tampan untuk dijadikan teman teman tidurnya. Dikarenakan para Warok mendapat pantangan untuk tidak melakukan hubungan dengan wanita atau istrinya. Dikarenakan norma di masyarakat sudah berubah maka tradisi ini digantikan menjadikan para gemblak sebagai anak asuh dari para Warok, mereka disekolahkan dan dirawat seperti anak mereka sendiri. Biasanya para gemblak adalah para penari jathilan atau biasa disebut juga penari kuda kepang. Semenjak saat itu para penari jathilan dapat dimainkan oleh anak perempuan.

1.3. Reog dikalangan Masyarakat Ponorogo

Perubahan zaman dan berubahnya perilaku manusia menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran makna yang terdapat dalam kesenian Reog Ponorogo saat ini. Pada masyarakat Ponorogo saat ini mengganggap bahwa kesenian reyog merupakan pelengkap dari sebuah acara atau hanya berupa sebuah hiburan saja. Hal ini diketahui ketika melakukan tinjauan lapang langsung dari sebuah Festival Reog Nasional 2009 yang digelar di Ponorogo yang bertepatan dengan acara perayaan Grebeg Suro atau penyambutan tahun baru Islam. Dalam festival tersebut Reog dipentaskan dan dilombakan, dimana para peserta merupakan orang-orang keturunan Ponorogo yang berdomisili jauh diluar wilayah Ponorogo.

Walaupun setiap group atau sanggar Reog yang bermain tidak semuannya berdomisili diluar Ponorogo. Hal ini dikarenakan diizinkannya peminjaman antar pemain atau menyewa pemain Reog dari group atau sanggar lainnya. Maka, hal ini dapat disimpulkan bahwa festival yang diadakan setahun sekali ini merupakan lahan pencarian nafkah dari setiap group, sanggar maupun perorangan pemain Reog Ponorogo itu sendiri.

Meski antusiasme dari para masyarakat dalam menyaksikan kesenian Reog Ponorogo masih terbilang tinggi, yang dapat disaksikan dengan 21 banyaknya yang menyaksikan Festival Reog Nasional 2009. Akan tetapi pengetahuan mereka tentang asal-usul sejarah Reog Ponorogo masih minim, sempat dilakukan beberapa wawancara singkat terhadap pengunjung acara tersebut dan hasil yang didapat cukup beragam.

Hal ini dapat dilihat ketika pembawa acara menerangkan berkali-kali cerita dibalik gerak tari Reog Ponorogo sesaat sebelum peserta group atau sanggar Reog hendak tampil diatas panggung. Akan tetapi penyampaian cerita tesebut dirasakan masih belum cukup untuk menerangkan asal-usul terciptanya kesenian Reog Ponorogo. Selain itu, banyaknya peserta dalam festival tersebut juga memberikan dampak dalam penyampaiyan cerita Reog Ponorogo berbeda-beda dari satu sanggar satu dengan yang lainnya. Dan mengakibatkan simpang siurnya cerita yang sebenarnya tentang asal-usul dan jalan cerita Reog Ponorogo.

2.4. Penyebaran Kesenian Reog di Luar Ponorogo

Kesenian Reog tidak hanya Berkembang dan tumbuh hanya di kabupaten Ponorogo saja, Kesenian ini juga berkembang di daerah sekitar Kabupaten Ponorogo seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Pacitan, Kediri. Beberapa daerah di provinsi Jawa Tengah ada beberapa kesenian yang hampir mirip dengan Reog Ponorogo hanya saja cerita dan penari yang digunakan berbeda-beda. Seperti di daerah Semarang ada kesenian yang bernama Reog namun kesenian ini tidak menggunakan Singo Barong atau penari Barongan, dan hanya menampilkan Raden Kelono Sewandono dan Pujangga Anom saja.

Selain itu kasus klaim Kesenian Reog oleh pemerintah Malaysia beberapa waktu lalu sebenarnya bukan murni dari pihak Malaysia yang ingin mengambil kesenian asli Ponorogo. Hanya saja ada beberapa masyarakat Ponorogo yang bermigrasi ke Malaysia dan membentuk sebuah komunitas yakni dengan mendirikan perkampungan yang memang didominasi oleh masyarakat Ponorogo. Kemudian didasari 22 rasa rindu akan kampung halamannya, maka mereka sepakat untuk membentuk sebuah group Reog dan mempentaskannya ditempat mereka bermukim saat itu. Karena melihat sebuah kesenian yang ditampilkan dalam wilayah pemerintahan Malaysia maka pihak Malaysia hendak mengklaim kesenian tradisional tersebut, namun masyarakat Ponorogo yang tinggal didaerah Malaysia menolak keras niat Malaysia tersebut.

Demikianlah informasi yang penulis dapat sampaikan tentang Perkembangan Kesenian Reog Ponorogo. Tarian atau kesenian khas dari daerah Ponorogo - Jawa Timur, Indonesia. Semoga bermanfaat bagi yang membaca.

Terimakasih... 

Kamis, 08 Desember 2016

7 Budaya Arab Saudi Yang Perlu Anda Ketahui Sebelum ke Tanah Suci!

 7 Budaya Arab Saudi Yang Perlu Anda Ketahui Sebelum ke Tanah Suci!



Indonesia merupakan negara dengan jumlah jamaah Haji dan Umroh terbesar di dunia. Tiap tahun berbondong-bondong umat Islam Indonesia pergi ke negeri haramain Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah tersebut.
Namun ada beberapa hal yang perlu masyarakat ketahui terkait beda budaya Arab dan Indonesia, terutama bagi mereka yang akan berinteraksi dengan masyarakat di Saudi, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan:

1. Budaya Mujamalah (basa-basi)

Berbeda dengan budaya Barat yang cenderung ekspresif dan berbicara langsung dan lugas, orang Arab tidak berbicara secara langsung. Untuk mengungkapkan maksud aslinya, orang Arab akan berbicara banyak hal terlebih dahulu dan banyak basi-basi (mujamalah).
budaya Arab
Orang Arab ketika berbincang-bincang
Untuk bertanya kabar pada teman, tak cukup sekali dengan satu ungkapan, tapi berulangkali. Meski telah berkata sesuai maksudnya, orang Saudi kadang masih mengira yang dimaksudkan adalah sesautu yang lain. Misal kata “laa” (tidak) sebagai jawaban tidak utnuk tawaran menambah makan dan minum. Agar sang tuan rumah yakin bahwa tamunya memang betul-betul sudah kenyang, maka sang tamu harus mengulangi “laa” berulang kali dan kata “wallahi.”

2. Keras Bukan Berarti Marah

Orang Arab terbiasa bersuara keras untuk mengekspresikan kekuatan dan ketulusan, apalagi kepada orang yang mereka sukai. Sayangnya, suara keras mereka kadang ditafsirkan sebagai kemarahan oleh kebanyakan orang Indonesia.
padang pasir
dua orang Arab sedang menjerang air untuk minum teh di padang pasir (www.gettyimages.com)
Kadang petugas Arab Saudi ketika memeriksa paspor atau surat lainnya kelihatan marah, namun sebenarnya tidak. Termasuk suara majikan yang keras, tidak selalu berarti mereka sedang marah, hanya TKW kita kadang memahaminya berbeda.
Sebaliknya, orang Indonesia hendaknya tidak mudah tersenyum pada lelaki Arab. Meski maksud kita adalah untuk menunjukkan keramahtamahan atau kesopanan, boleh jadi akan dianggap sebuah godaan oleh pria tersebut.
padang pasir 4
Bangsa Arab terbiasa dengan padang pasir yang keras
Adanya kasus majikan Arab memerkosa atau menghamili TKW boleh jadi berkaitan dengan kesalahpahaman antar budaya ini.

3. Ekpresi Bahasa Tubuh Orang Arab

Orang Arab akan menguncupkan semua jari-jari tangannya dengan ujung-ujungnya menghadap ke atas sebagai pengganti kata-kata “tolonglah Pak” atau “tunggu sebentar!” atau “ tolong sabar sedikit !”
budaya Arab
budaya Arab merangkul dan mendekatkan hidung dan pipi
Budaya lainnya, orang Arab akan saling merangkul seraya mencium pipi dengan bibir ketika berjumpa dengan teman dekat. Ini suatu perilaku yang dianggap tidak lazim oleh bangsa lain di dunia, bahkan mungkin juga oleh orang Indonesia.
Merangkul sesama teman adalah hal lumrah. Tidak perlu risih, orang Arab boleh jadi akan tersinggung jika kita menghindar.

4. Antara Budaya Arab dan Islam

Arab Saudi dikenal dengan negeri kelahiran Islam. Dan anggapan pada umumnya bahwa masyarakat Saudi itu Islami. Nyatanya, tidak 100 persen demikian. Mereka juga bagian dari budaya Arab (termasuk warisan jahiliyah) dengan segala pernak-perniknya, termasuk cara dan etika mereka dalam berkomunikasi, tidak selalu santun seperti diajarkan Al-quran dan Sunnah.
masjidil Haram Arab saudi
Ka’bah yang berada di Masjidil Haram, Arab Saudi (www.emirates247.com)
Sebagian dari cara mereka berkomunikasi bersifat kultural semata-mata. Konon, ada dua tipe orang Arab: tipe Abu Bakar dan Abu Jahal. Orang Arab yang telah mendapat pendidikan Islam dan meresapi ajarannya akan berperilaku bak Abu Bakar, sedang mereka yang kering dari ajaran akhlak Islam biasanya akan buruk seperti Abu Jahal.

5. Bergandengan Tangan dengan Teman Lelaki Itu Aib!

Bagi masyarakat Indonesia, bergandengan tangan dengan teman laki-laki adalah lazim. Namun bagi orang Arab, hal itu adalah aib. Pernah ada WNI yang menggandeng tangan temannya ketika berjalan di pertokoan Mekah, tiba-tiba mereka diteriaki : enta luthi walla eh? hadza aib! (kamu homo apa bagaimana? Itu aib!).
budaya Arab
Pemuda Saudi bergandeng tangan saat melakukan tari tradisional (www.thelovelyplanet.net)
Namun jika yang kita menggandeng wanita atau pasangan kita (istri) hal itu adalah lazim di Saudi.

6. Berkendara di Sebelah Kanan

Bila di Indonesia semua kendaraan dan angkutan umum wajib berada di jalur kiri jalan (dan letak roda kemudi mobil berada di bagian kanan), maka di Arab Saudi kebalikannya. Hal ini berbeda sama sekali dengan apa yang berlaku di Arab Saudi, semua pengguna jalan termasuk waktu menaikkan maupun menurunkan penumpang berada di jalur sebelah kanan jalan.
Khusus wanita, jangan bepergian sendirian, harus bersama mahram/suami atau sesama teman rombongan. Termasuk saat naik taksi. Saat naik, maka laki-laki duluan, wanita belakangan. Sebaliknya saat turun maka wanita duluan, suami belakangan. Hal ini untuk menjaga istri agar tidak dibawa kabur tukang taksi. Saat naik lift juga harus selalu didampingi. Jika saat naik lift bersama teman wanita ada lelaki yang datang, lebih baik keluar dahulu.
budaya Saudi
Remaja Saudi yang ugal-ugalan di jalanan
Satulagi, hati-hati dengan kebiasaan remaja Saudi yang suka ugal-ugalan. Mereka kadang melakukan aksi ekstrem dengan mengemudikan Jip dengan hanya dua roda di jalanan.

7. Wanita adalah Privasi

Nilai kehormatan orang Arab terutama melekat pada anggota keluarganya, khususnya wanita, yang tidak boleh diganggu orang luar. Di Arab Saudi wanita adalah sangat privasi.
Di Arab Saudi, Wanita tidak boleh menyetir, bekerja bebas, atau kelluar rumah tanpa didampingi mahram. Aadalah hal tabu ketika kita menanyakan hal berikut; Sudahkah anda menikah? Berapa umurmu? Atau siapa istri anda?
Sudah lazim di budaya Saudi jika seorang pria tidak pernah mengenal atau bahkan sekadar melihat wajah istri atau anak perempuan dari sahabatnya, meskipun mereka telah lama bersahabat dan sering saling mengunjungi.
Sesama dosen yang puluhan tahun mengajar di jurusan yang sama pun tidak pernah tau siapa istri sahabatnya. Bagi mereka, Istri adalah privasi.
nikah di Saudi
Wanita Saudi adalah Privasi
Dalam kehidupan keseharian, wanita Arab itu bercadar, memakai pakaian serba hitam, keluar-masuk rumah naik mobil. Rumah mereka pun berpagar tinggi. Ini membawa konsekuensi antar tetangga tidak bisa saling mengenal siapa saja wanita di rumah sebelah. Apalagi tidak ada budaya arisan layaknya di Indonesia, menjadikan interaksi antar warga begitu tetutup.
Juga tidak lazim bagi seorang pria untuk memberi bingkisan kepada istri sahabat prianya itu atau anak perempuannya yang sudah dewasa.
TKI
Wanita Saudi, mempesonakan!
Karenanya, terhadap wanita Saudi, tidak perlu kita bersikap sok ramah, berlama-lama memandang, apalagi menggoda atau mengganggu. Dipastikan habis riwayat kita.

Demikian 7 Budaya Arab Saudi yang perlu orang Indonesia ketahui ketika berkunjung ke Tanah Suci. Semoga Bermanfaat!